Jumat 1 Januari 2016 tepat pukul 21.10 tiba di terminal Bungurasih Sidoarjo dalam rangkain mengantarkan anak kembali ke pondok pesantren Amtsilati Jepara, selang beberapa menit telah berkumpul bebarapa penumpang dengan tujuan yang sama dari pelbagai daerah di Jawa Timur yaitu Madura, Malang, Sidaorja dan Mojokerto. Di tengah malam menunggu keberangkatan ada orangtua yang menngantar  dua putrinya mendekati saya, “ Saya sangat senang anak saya mondok di Amtsilati dengan kurikulum yangf ditawarkan, namun kalau nyambangi “wegah” (berat) karena perjalanan yang cukup melelahkan”.

Penggalan cerita di atas menggambarkan bahwa untuk mendapat kan pendidikan yang berkualitas butuh perjuangan dan pengorbanan dari orangtua dan anak secara nyata, karena perjuangan untuk belajar adalah kebutuhan mutlak untuk melahirkan sumberdaya manusia berkualitas.

Amtsilati menjadi pilihan pendidikan bagi orangtua karena mempunyai keunggulan dalam mengemas pendidikan. Dengan menu kurikulum utama metode membaca kitab kuning dasar yang merupakan ringkasan kitab Alfiah ibnu Malik hanya ditempuh 6 bulan, dilanjtkan kelas bahasa Inggris 3 bulan dan kelas bahasa arab 3 bulan, kemudian metode  pendalaman kitab kuning dengan model tematik Thaharoh 6 bulan, Ubudiyah 1 tahun, Muamalah 1 tahun, Munakahat 6 bulab, Jinayah 6 bulan dan Tafsir 6 bulan. Total waktu yang dibutuhkan adalah 5 tahun dan pengabdian 1 tahun.

Dengan tawaran kurikulum model ini, pesantren yang lahir tahun 2000-an ini telah mempunyai santri mendekati 3000di ahir tahun 2015, dari seluruh penjuru negeri bahkan dari manca negara Brunai Darussalam, Singapura,  Malaisyia, bahkan Saudi Arabia.

Kembali pada dialog dengan wali santri yang membutuhkan perjuangan demi proses pencapaian adalah sebuah tradisi yang perlu dikembangkan. Semua pelaku pendidikan harus mau berakit-rakit kedahulu berenang ke tepian. Pendidikan berkualitas butuh dukungan untuk meeagakkan infra struktur sehingga mampu menjadi yang terbaik bagi semua. Orang tua perlu berfikir keras demi masa depan pendidikan putra purinya. Karena perjuangan dengan menahan ketidak-tegaan orangtua pada anak akan mempunyai dampak yang luar bisa yang positif dan juga negative.

Untuk merekontruksi wegah, tidak tega, menjadi energy positif, ada resep dari guru dan orangtua yang sangat berarti demi keberhasilan pendidikan anak  di pesantren:

  1. Jadikan Pesantren/ tujuan pendikan menjadi tempat yang lebih menyenangkan buat anak dalam hal apapun (makan, berteman, aktifitas, dll) dengan konsep seperti ini mempunyai konsekwensi jika di rumah harus dikesankan tidak terlalu memnaja anak dengan sesuatuyang menjadikan anak tidak kembali ke tempat belajar karena hidup di rumah lebih menyenangkan. Ceriakan konsep menyenagkan di rumah sesuatu yang dari sesuatu yang belum didapatkan di pesantren. Sebagai contoh anak-cucu KH Nur Kholish dari ibu Ny Hj Siti Asiyah dalam berbagai liburan mengisi dengan tadabbur alam atau “Mbolang” ke berbagai tempsat untuk membuat suasana ceria di hari libur sekaligus untuk keaktraban.  Buat pesta makan dengan konsep murah meriah dan  menu pilihan bersama serta dimasak kroyokan
  2. Pikir tujuan yang lebih besar dan jangka panjang karena tidak ada manusia hebat yang tidak membngun koneksitas tak terbatas, karena jaringan dalam masyarakat manapun menjadi super penting. Orangtua dan guru perlu mendesain bangunan jaringan untuk mengawal genarasi yang semakin mengglobal.
  3. Jangan mudah mengajak anak pulang untuk keperluan apapun, karean mental sering pulang menjadi reduksi kemandirian, bahkan ada kosakata menarik dari Kyai Syamsudin (pengasuh Pesantren Manbaul isan Isyhar Tanjungtani Prambon Nanjuk), dalam setiap sambangan santri di pecan pertama setiap bulaan, kyai ini selalu mengtakan perlunya “sesaji” dengan memberikan sesuatu untuk reinforcemen (penguatan) walau sekedar koe atau makan kesukaan, sehinagga santri semakin kerasan di pesantren.
  4. Buat orangtua terutama ibu jangan terlalu mikir keberadaan anak di pesantren atau di rantau saat mereka harus bergelut dengan ilmu, yakinlah bahwa mereka telah berproses yang terbaik dalam menetukan pilihan. Perbanyak berdoa dan mujahadah setiap ingat anak, doa seorang ibu akan mengantarkan kusuksesannya,  namun jika pikiran tidak diarahkan ke yang positif akan menjadikan putra-putri terganggu secara spiritual, mengganggu konsentarsi dan dan memberi peluang kegagalan studi di pesantren.

Karakter “tega” terhadap upaya menyekolahkan anak ke tempat pendidikan yang terbaik harus disebarkan sehingga akan lahir generasi globa. Dan generasi yang memenagkan persaingan bukankah sekarang telah berlaku Asean Community yang memaksa anak kita bersaing dengan 10 negara asean tanpa ada hambatan.

Pesantren Amtsilati Bangsi Jepara 2 Januari 2016

Abi sielkila